img_5984.jpg

KUE MANCOK PAK SALIMUN: PRODUK DAERAH POTENSIAL SEBAGAI PEMICU SEMANGAT BERWIRAUSAHA DI DESA TAYEM

     Direktorat Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Ditjen Binapentasker – Kementerian Ketenagakerjaan R.I dalam Kegiatan penguatan usaha kecil masyarakat melalui bantuan sarana usaha berbasis Teknologi Tepat Guna tahun 2015, salah satunya berlokasi di Desa Tayem, Kelurahan Karang Pucung, Kabupaten Cilacap. Kegiatan pembekalan berlangsung dari tanggal 25 – 27 Agustus 2015.
     Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produk jenis-jenis Terapan TTG untuk usaha kecil yang masih dikerjakan secara manual. Ditambah untuk membantu kelompok usaha yang sudah ada agar lebih efektif dan efisien melalui peningkatan keterampilan dan penyesuaian sistem produksi, serta untuk mengembangkan wirausaha kreatif dan inovatif yang sesuai dengan peluang usaha di daerah setempat.
     Sasaran dari kegiatan ini adalah Kelompok-kelompok usaha kecil yang masih bertahan dan aktif baik kelompok usaha yang berada di bawah binaan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia maupun kelompok usaha binaan di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat. Kelompok usaha Desa Tayem dalam kegiatan ini adalah kelompok usaha bidang makanan ringan yang diketuai oleh Bp. Salimun. Dalam mengembangkan usahanya, Pak Salimun mengajak masyarakat setempat khususnya ibu-ibu untuk melakukan produksi serta pemasaran makanan ringannya. Jenis makanan ringan yang diproduksi antara lain Kue mancok, Kue Semprong, dan lanting. Kegiatan produksi ini sudah berjalan dari tahun 1997 dengan mengandalkan peralatan yang masih tradisional.
     Narasumber dalam pembekalan ini berasal dari Dinsoskertrans Kab. Cilacap, Disperindagkop UMKM, Wirausahawan, Praktisi yang ditunjuk oleh Kementerian ketenaga kerjaan RI dan PT. PINBUKINDO sebagai pendamping kelompok. Saya sebagai praktisi dari Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia (APWI) ditunjuk oleh Kementerian ketenaga kerjaan RI telah disambut dengan ramah oleh pejabat dinas dan stafnya, salah satunya yaitu Pak Wagino, saat tiba di kantor Dinsoskertrans Kab. Cilacap. Kemudian saya didampingi oleh Mas Deva, pegawai honorer di Dinsoskertrans, selama berkegiatan di lokasi. Lokasi desa Tayem berada jauh dari kantor dinas yaitu sekitar 3 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kondisi jalan yang sedang mengalami perbaikan membuat perjalanan bertambah lama dikarenakan sistem buka tutup jalan yang diberlakukan oleh masyarakat setempat.
     Kegiatan ini bertempat di pendopo balai desa Tayem dengan keadaan gedung yang terbuka ( tanpa tembok) dan  atap yang tinggi, dengan peralatan seadanya yang disiapkan oleh Dinsoskertrans seperti laptop dan infokus dibantu oleh perangkat desa setempat. Peserta pembekalan yaitu 15 orang yang terdiri dari warga setempat yang tergabung di kelompok usaha Pak Salimun.
Walaupun dengan keadaan yang ala kadarnya, tetapi peserta sangat antusias dengan adanya kegiatan ini. Saya pun memulai mebuka materi dengan tanya jawab dan sharing mengenai potensi desa Tayem dan kegiatan usaha yang telah dijalani oleh Bp. Salimun dan kawan-kawan. Potensi yang dimiliki kab. Cilacap khususnya di desa Tayem dinilai belum dimanfaatkan secara optimal seperti pertanian, peternakan, dan perikanan juga masih berskala kecil. Pak Salimun dan Ibu-ibu warga setempat memilih untuk mengembangkan usaha makanan ringan. Usaha ini dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
     Salah satu produk andalan mereka adalah kue Mancok. Kue mancok memiliki bahan dasar tepung beras dan merupakan modifikasi dari kue klontong yang sudah jarang peminatnya. Mancok merupakan klontong yang dilapisi dengan gula dan ditaburi dengan brondong dari tepung beras. Sayangnya saat berada dilokasi saya belum bisa merasakan kerenyahan dan kelezatan kue buatan mereka, karena sedang menyiapkan untuk praktek produksi TTG di hari berikutnya, tetapi saya sempat merasakan kue Mancok di kantor Dinsoskertrans Kab. Cilacap.
     Kue mancok sendiri memiliki proses produksi yang panjang dan untuk membuatnya memerlukan kurang lebih dua hari hingga kue mancok siap disajikan. Proses yang lama ini salah satunya adalah proses perendaman bahan baku sebelum ditumbuk dan dikukus. Perendaman ini memerlukan waktu 1 x 24 jam. Proses menumbuknya juga masih menggunakan cara tradisional yaitu dengan mengandalkan tenaga dari ibu-ibu yang bekerja untuk Pak Salimun. Ketidak efisienan proses produksi inilah yang membuat penerapan Teknologi Tepat Guna ini penting dilakukan agar volume produksi meningkat dalam waktu yang singkat.
     Pak Salimun pun berpikir untuk membuat mesin tumbuk mengandalkan produk mesin buatan bengkel hasil karya masyarakat setempat yang dibuat khusus untuk membantu proses produksi kue mancok. Tetapi mesin yang dibuat setelah diuji ternyata memiliki beberapa kelemahan diantaranya, penumbukan untuk mnghasilkan butiran yang diinginkan masih kalah dengan hasil tumbukan ibu-ibu secara manual. Dengan bantuan sarana yang didapatkannya diharapkan pak Salimun dkk bisa membuat mesin yang sesuai untuk mengefektikan produksi kue mancoknya.
     Pemasaran makanan ringan ini biasanya memiliki masa tertentu, yang paling ramai adalah di bulan-bulan hajat seperti Syawal dan Dzulhijjah. Sedangkan di bulan-bulan sepi hajatan atau bulan Suro (Muharram), omset dan volume produksi menurun drastis. Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat setempat yang masih sangat kuat dan melekat mengenai bulan, kesialan dan kesakralan. Pasar dari kue mancok juga belum sampai ke kota lain, penyebarannya masih sebatas lingkungan kelurahan Karang Pucung dan kelurahan di sekitarnya. Kue mancok dan makanan lainnya hasil produksi Pak Salimun juga belum masuk ke toko-toko. Pemaparan saya pun berlanjut ke materi teknik pengemasan dan desain produk.
     Kemasan kue mancok sendiri hanya di bungkus dengan plastik dan diikat secara manual. Pelabelan dan pengemasan belum disajikan dengan baik oleh kelompok usaha ini. Salah satu teknik pemasaran adalah dengan pelabelan dan desain produk yang menarik. Saya mengajak peserta untuk berpikir mengenai kelayakan produk untuk pemasaran kue mancok sampai di toko-toko maupun pusat oleh-oleh di tempat pariwisata dan pusat keramaian seperti pasar, terminal, dan stasiun di kota besar seperti Semarang dan Yogyakarta.
      Pengemasan yang baik akan menjaga kualitas dan mutu produk sampai dari produsen sampai ke konsumennya. Dan pelabelan dengan desain yang menarik akan menambah daya tarik konsumen untuk membeli produk mereka. Penggunaan teknologi tepat guna pun perlu dilakukan dalam pengemasan kue mancok, seperti mesin press untuk merapatkan plastik kemasan agar tidak ada udara atau hal lain yang masuk mengkontaminasai makanan. Saya pun mengajak peserta untuk memposisikan diri sebagai konsumen guna menganalisa keinginan pasar.
     Sebenarnya, permasalahan pemasaran yang ada berakar dari manajemen kewirausahaan yang belum mapan. Selain proses produksi yang belum efisien, organisasi kelompok yang belum jelas, sistem keuangan yang masih mengandalkan kepercayaan, serta teknik pemasaran yang masih tradisional merupakan penyebab dari lemahnya usaha kue Mancok Pak Salimun. Kurangnya pengetahuan mengenai manajemen usaha membuat kelompok ini merasa stack atau tidak berkembang dan penghasilannya pun hanya cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari saja.
     Selain pemaparan tentang penguatan teknologi tepat guna dan teknik pengemasan, saya juga menyampaikan materi tentang kewirausahaan yang isinya merupakan motivasi khususnya bagi ibu-ibu agar dapat mengembangkan potensi diri, mengenali potensi lingkungan dan membentuk kelompok-kelompok usaha baru lainnnya demi peningkatan mutu masyarakat. Mengingat di desa Tayem mayoritas penduduknya hanya sebagai buruh tani dengan pengahasilan yang pas-pasan. Keinginan masyarakat untuk maju sangat tinggi khususnya untuk menopang biaya hidup keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Rata-rata pendidikan warga setempat hanya lulusan SD dan anak mudanya hanya sampai tingkat SMP dan sedikit yang tamat SMA.
     Peserta sangat antusias dan menanggapi dengan baik materi kewirausahaan yang saya paparkan. Mereka merasa sangat termotivasi dan memahami langkah-langkah memulai wirausaha dengan pengetahuan yang mereka dapatkan. Kue mancok Pak Salimun merupakan bukti adanya potensi yang patut dikembangkan dan potensi –potensi lainnya khususnya di dalam masyarakat desa Tayem. Kelompok usaha baru yang muncul bukanlah saingan atau musuh dimana yang satu menjatuhkan yang lain, melainkan dari setiap kelompok akan saling mendukung dan menjadi mitra dalam membantu kesuksesan usahanya. Dengan munculnya kelompok-kelompok usaha baru yang kompeten dan handal, memanfaatkan potensi SDM dan SDA yang ada, serta didukung oleh pihak pihak terkait, diharapkan mutu masyarakat desa Tayem akan meningkat.
     Usai menyampaikan materi saya pun melanjutkan perjalanan saya ke kantor Dinsoskertrans Kab. Cilacap sebelum kembali ke Bandung. Kegiatan ini merupakan upaya pengembangan usaha sebagai salah satu cara dalam perluasan kesempatan kerja sektor informal yang terus dilakukan oleh pemerintah. Kendala yang dihadapi oleh Dinsoskertrans dalam hal ini adalah kurangnya pendataan mengenai potensi usaha di masyarakat yang bisa dikembangkan. Hal ini membingungkan penyaluran bantuan sarana usaha dan juga dalam pembekalan-pembekalan kewirausahaan guna meningkatkan kualitas kelompok-kelompok usaha di daerah. Perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk mensukseskan perluasan kesempatan kerja khususnya di sektor informal, tidak hanya dari pemerintah, kementerian dan dinas terkait saja, pihak swasta juga harus ikut berperan sebagai bentuk kepedulian dan pemberdayaan khususnya masyarakat di sekitarnya.
 
Bandung, 31 Agustus 2015
 
 
Farid Shobri, S.Ds., MM.
Narasumber
Penguatan Teknologi Tepat Guna dan Kewirausahaan
Asosiasi Pemandu Wirausaha Indonesia
Kementerian Ketenagakerjaan RI
 

Komentar

Belum ada komentar

Postkan komentar